Entri Populer

Rabu, 06 Maret 2013


1
SKRIPSI
FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
ANEMIA PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG
MELAKUKAN HEMODIALISIS DI RUMAH SAKIT
LABUANG BAJI MAKASSAR
2012
Oleh :
EKA SUPRIANTO BALALIO
142 280 060
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2012
2
RINGKASAN
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Muslim Indonesia
Skripsi, Februari 2013
Eka Suprianto Balalio (142280060)
“FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA
PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MELAKUKAN
HEMODIALISIS DI RUMAH SAKIT LABUANG BAJI MAKASSAR 2012”
(Dibimbing oleh Maryunis dan Safruddin)
(xii + 59 halaman + 15 Tabel + 12 Lampiran)
Dampak dari pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialisis salah satunya adalah anemia.anemia pada GGK muncul ketika
kreatinin turun kira-kira 40 ml/mnt.anemia akan berat lagi apabila fungsi ginjal
menjadi lebih buruk lagi tetapi apabila ginjal sudah mencapai stadium
akhir,anemia akan secara relatif menetap. anemia pada gagal ginjal kronik
terutama diakibatkan oleh berkurangnya eritropoetin.Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hfaktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian anemia
pada pasen penyakit ginjal kronik yang melakukan hemodialisis di ruangan
hemodialisis di RSUD Labuang Baji Makassar.
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan “Accidental
Sampling” dengan jumlah sampel 21 diambil dari jumlah populasi yaitu 31
responden. Instrumen pengumpulan data menggunakan kuisioner kemudian
menggunakan uji statistik Chi-Square Fisher’s Extract Test kemudian hasilnya
diuji dengan cara dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 dan disajikan dalam
bentuk distribusi frekuensi dan narasi.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan bermakna
antara umur dengan kejadian anemia karena nilai p=0,593 lebih besar dari
α=0,05, tidak ada hubungan bermakna antara status gizi dengan kejadian
anemia karena nilai p=0,667 lebih besar dari α=0,05, tidak ada hubungan
bermakna antara jenis kelamin denga kejadian anemia karena nilai p=0,701 lebih
besar dari α=0,05, tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian
anemia karena nilai p=0,274 lebih besar dari α=0,05, dan tidak ada hubungan
bermakna antara lama HD dengan kejadian anemia karena nilai p=0,667 lebih
besar dari α=0,05.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara umur,
status gizi, jenis kelamin, pekerjaan, dan lama HD dengan kejadian anemia pada
pasien penyakit ginjal kronik yang melakukan hemodialisis di Rumah Sakit
Labuang Baji Makassar. Hasil penelitian ini diharapkan pada Perawat untuk
menciptakan hubungan kerja yang baik sehingga mereka dipandang sebagai
perawat yang dapat dipercaya Hendaknya dalam melaksanakan pelayanan
keperawatan kepada pasien, perawat mengutamakan komunikasi dengan baik.
Kata Kunci : Anemia, Penyakit Ginjal Kronik, Hemodialisis.
Daftar Pustaka : 45 (2005-2013)
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit ginjal kronik adalah proses kerusakan pada ginjal
dengan rentan waktu lebih dari 3 bulan. Penyakit ginjal kronik dapat
menimbulkan simtoma berupa laju filtrasi glomerular di bawah 60
mL/men/1.73 m2, atau di atas nilai tersebut namun disertai dengan
kelainan sedimen urin. Adanya batu ginjal juga dapat menjadi indikasi
penyakit ginjal kronik pada penderita kelainan bawaan seperti
hiperoksaluria dan sistinuria (Lieske,2011).
Sampai saat ini penderita penyakit gagal ginjal tergolong
banyak, menurut data dari Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia (YGDI)
pada tahun 2005 di seluruh dunia terdapat 1,1 juta orang menjalani
dialisis kronik, serta diproyeksikan pada tahun 2010 menjadi lebih dari
2 juta orang. Di Indonesia sendiri, angka kejadian gagal ginjal terminal
berada pada 100 pasien baru setiap 1 juta penduduk per tahun
(YDGI, 2005).
Di Amerika Serikat misalnya angka kejadian penyakit gagal
ginjal meningkat tajam dalam 10 tahun. Tahun 2003 terjadi 166.000
kasus. GGT (gagal ginjal tahap akhir) dan pada tahun 2008 menjadi
372.000 kasus. angka ini diperkirakan, masih akan terus naik. Pada
tahun pada tahun 2014 jumlahnya diperkirakan lebih dari 650.000
kasus.Selain itu, sekitar 6 juta hingga 20 juta individu di Amerika
diperkirakan mengalami penyakit ginal kronik tahap awal. Hal yang
4
sama juga terjadi di Jepang di negeri Sakura itu, pada akhir tahun
1996 didapatkan sebanyak 167.000 penderita yang menerima, terapi
pengganti ginjal. Sedangkan tahun 2000 terjadi peningkatan lebih dari
200.000 penderita (Santoso, 2008).
Pada tahun 2008 jumlah pasien gagal ginjal mencapai 2260
orang, salah satu faktor penyebab meningkatnya angka penderita
gagal ginjal dari tahun ke tahun di dunia ini salah satunya adalah
kurangnya kesadaran masyarakat terhadap infeksi dini penyakit
tersebut (Vida, 2008).
Penyakit ginjal menyebabkan pasien mengalami
permasalahan-permasalahan yang bersifat fisik, psikologis, dan sosial
yang dirasakan sebabagi kondisi yang menekan dan permasalahan
psikologis yang dialami pasien penyakit ginjal kronik ditunjukkan dari
sejak pertama kali pasien divonis mengalami penyakit ginjal kronik
(Iskandarsyah, 2006).
Prosedur pengobatan yang digunakan untuk memperbaiki
keadaan tersebut adalah melalui hemodialisis atau transplantasi
ginjal, tetapi karena mahalnya biaya operasi transplantasi ginjal dan
susahnya pencarian donor ginjal, maka cara terbanyak yang
digunakan yaitu hemodialisis (Iskandarsyah, 2006).
Dampak dari pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani
terapi hemodialisis salah satunya adalah anemia.anemia pada GGK
muncul ketika kreatinin turun kira-kira 40 ml/mnt.anemia akan berat
5
lagi apabila fungsi ginjal menjadi lebih buruk lagi tetapi apabila ginjal
sudah mencapai stadium akhir,anemia akan secara relatif menetap.
anemia pada gagal ginjal kronik terutama diakibatkan oleh
berkurangnya eritropoetin. Anemia merupakan kendala yang cukup
besar bagi upaya mempertahankan kualitas hidup pasien penyakit
ginjal kronik (Lewis,2005).
Dalam penelitian sebelumnya faktor utama yang menyebabkan
terjadinya anemia adalah defisiensi eritropoetin (EPO) sebagai akibat
kerusakan sel-sel penghasil EPO (sel peritubuler) pada ginjal. Di
samping itu ada beberapa factor yang memperberat terjadinya
anemia antara lain adanya zat inhibitor eritropoesis, pendarahan
akibat trombopati, anemia hemolitik akibat terjadinya mikroangiopati,
kehilangan darah akibat pengambilan darah untuk pemeriksaan
laboratorium atau darah yang terperangkap atau darah yang
tertinggal di alat hemodialisis, defisiensi zat besi dan zat nutrisi lainya,
hiperparatiroid sekunder (Suryanto, 2005).
Anemia pada penyakit ginjal kronik umumnya disebabkan oleh
berkurangnya hemoglobin dalam darah sehingga proses produksi
eritropoetin juga berkurang.selanjutnya mereka mengalami anemia
jika kadar hemoglobin di bawah 11 gr/dl.di Rumah Sakit Labuang Baji
Makassar ruang hemodialisis dari bulan Januari sampai Oktober 2012
terdapat 31 pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodilaisis ( Rumah Sakit Labuang Baji Makassar, 2012).
6
Di Rumah Sakit Labuang Baji Makassar, jumlah kunjungan
rawat jalan dengan diagnosa gagal ginjal pada tahun 2009 sebanyak -
3503 kunjungan, tahun 2010 sebanyak 3203 kunjungan, tahun 2011
sebanyak 2545 kunjungan, dan pada tahun 2012 (Januari – Oktober)
jumlah kunjungan sebanyak 2347 kunjungan (Rumahh Sakit Labuang
Baji Makassar, 2012).
Dari observasi awal serta wawancara singkat dengan kepala
ruangan hemodialisis di ruang hemodialisis Rumah sakit Labuang Baji
Makassar, didapatkan perubahan fisik yang terjadi pada mereka yang
menjalani hemodialisis yaitu pruritus (gatal-gatal pada kulit),
kering,belang,dan juga termasuk anemia yang merupakan efek dari
proses hemodialisis.
Dengan dilakukannya penelitian ini nantinya diharapkan dapat
diketahui pelaksanaan hemodialisis dapat mengakibatkan Anemia
pada sebagian besar pasien penyakit ginjal kronik.Selama ini
penelitian tentang hubungan anemia pada pasien penyakit ginjal
kronik yang melakukan hemodialysis masih kurang , sehingga hal ini
yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas,
maka rumusan masalahnya adalah “Faktor-faktor apakah yang
berhubungan dengan kejadian Anemia pada pasien Penyakit Ginjal
7
Kronik yang melakukan hemodialisis di Ruang Hemodialisis Rumah
Sakit Labuang Baji Makassar?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum :
Untuk mengetahui Faktor – faktor yang berhubungan dengan
kejadian Anemia pada pasien Penyakit Ginjal Kronik yang
melakukan Hemodialisis di Ruang Hemodialisis Rumah Sakit
Labuang Baji Makassar.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan antara umur dengan kejadian
anemia pada pasien penyakit ginjal kronik yang melakukan
hemodialysis di ruang hemodialisis Rumah sakit Labuang Baji
Makassar 2012.
b. Untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan
kejadian anemia pada pasien penyakit ginjal kronik yang
melakukan hemodialysis di ruang hemodialisis Rumah sakit
Labuang Baji Makassar 2012.
c. Untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan
kejadian anemia pada pasien penyakit ginjal kronik yang
melakukan hemodialisis di ruang hemodialisis Rumah sakit
Labuang Baji Makassar 2012.
d. Untuk mengetahui hubungan antara pekerjaan dengan
kejadian anemia pada pasien penyakit ginjal kronik yang
8
melakukan hemodialysis di ruang hemodialisis Rumah sakit
Labuang Baji Makassar 2012.
e. Untuk mengetahui hubungan antara lama HD dengan kejadian
anemia pada pasien penyakit ginjal kronik yang melakukan
hemodialysis di ruang hemodialisis Rumah sakit Labuang Baji
Makassar 2012.
D. Manfaat Peneliti
1. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan ilmiah
bagi peningkatan ilmu pengetahuan,terutama yang terkait dengan
kejadian anemia pada pasien Penyakit Ginjal Kronik yang
melakukan hemodialisis.
2. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada
perawat ruang hemodialisis tentang Anemia yang sering terjadi
pada pasien Penyakit Ginjal Kronik yang telah melakukan
Hemodialisis.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada keluarga yang memiliki anggota keluarga yang sedang
menjalani terapi Hemodialisis.
4. Sebagai bahan bacaan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi
peneliti berikutnya.
5. Sebagai latihan dan pengalaman berharga bagi peneliti untuk
mengetahui kejadian anemia yang terjadi pada pasien Penyakit
9
Ginjal Kronik yang melakukan Hemodialisis dan dapat
menerapkanya di lapangan.
6. Mengembangkan intervensi keperawatan bagi pasien penyakit
ginjal kronik yang mengalami anemia untuk pemberian eritropoetin
atau tindakan lain guna meminimalisir timbulnya pendarahan yang
dapat menyebabkan anemia.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Penyakit Ginjal Kronik
1. Defenisi
Smeltzer (2005) menjelaskan penyakit ginjal kronik adalah
gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi
urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
Penyakit ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (endstage
ginjal disease, ERDS) adalah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan penurunan fungsi ginjal yang diakibatkan oleh proses
kerusakan ireversibel (Patricia, 2006).
Penyakit ginjal kronik menurut Corwin (2006) yaitu destruksi
struktur ginjal yang progresif dan terus menerus.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit ginjal
kronik merupakan penurunan fungsi ginjal perlahan yang
mengakibatkan kemampuan ginjal untuk mengeluarkan hasil-hasil
metabolisme tubuh terganggu. Hal ini terjadi setelah berbagai
macam penyakit yang merusak nefron ginjal yang lebih lanjut akan
dibahas pada etiologi penyakit ginjal kronik (Corwin, 2006).
11
2. Etiologi
Price & Wilson (2006) mengklasifikasikan sebab-sebab penyakit
ginjal kronik dalam tabel berikut.
Tabel 2.1
Klasifikasi sebab-sebab penyakit ginjal kronik
3. Tanda dan Gelaja
Smeltzer (2005) dalam buku ajar keperawatan medikal bedah
menjelaskan tanda dan gejala penyakit ginjal kronik.
Tabel 2.2
Tanda dan gejala penyakit ginjal kronik
Kardiovaskuler Hipertensi
Pitting edema (kaki,tangan,sacrum )
Edema periorbital
Friction rub pericardial
Pembesaran vena leher
Integumen Warna kulit abu-abu mengkilat
Kulit kering bersisik
Klasifikasi Penyakit Penyakit
Infeksi
Penyakit peradangan
Penyakit vascular
hipertensif
Gangguan jaringan
penyambung
Gangguan konginetal dan
herediter
Penyakit metabolic
Nefropati toksik
Nefropati obstruktif
Pielonefritis kronik
Glomerulonefritis
Nefroskelerosis benigna
Nefroskelerosis maligna
Lupus eritomotosus sistemik
Poliarteritis nosoda
Skelerosis sistemik progresif
Penyakit ginjal polikiistik
Asidosis tubulus ginjal
Diabetes mellitus
Gout
Hiperparatiroidisme
Amiloidosis
Penyalahgunaan analgetic
Nefropati timbale
Saluran kemih bagian atas :
kalkuli,retinoperitoneal
Saluran kemih bagian atas :
hipertrofi prostat,striktur
uretra,anomaly conginetal pada
leher kandung kemih dan uretra
12
Pruritus
Ekimosis
Kuku tipis dan rapuh
Rambut tipis dan kasar
Pulmoner Krekels
Sputum kental
Nafas dangkal
Pernafasan kussmaul
Gastrointestinal Nafas berbau ammonia
Ulserasi dan pendarahan di mulut
Anoreksia,mual da muntah
Konstipasi dan diare
Pendarahan dari saluran GI
Neurologi Kelemahan dan keletihan
Konfusi
Disorientasi
Kejang
Kelemahan pada tungkai
Rasa panas pada telapak kaki
Perubahan perilaku
Muskuloskeletal Kram otot
Kekuatan otot hilang
Fraktur tulang
Foot drop
Reproduksi Amenorea
Atrofi testikuler
4. Stadium
Seperti pada pembahasan sebelumnya, penurunan fungsi
ginjal tidak berlangsung secara sekaligus, melainkan berlangsung
seiring berjalannya waktu.
Apabila masalah pada ginjal dapat dideteksi sedini mungkin
maka terapi untuk memperlambat penurunan fungsi ginjal dapat
dilakukan dengan cepat untuk sebisa mungkin penurunan fungsi
ginjal tersebut tidak mencapai stadium akhir. Untuk itu penting bagi
penderita mengetahui pada stadium berapa penyakit ginjal kronik
13
yang dideritanya agar tim medis dapat memberikan terapi yang
tepat (Hartono, 2008).
Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia (YGDI) (2008) membagi 5
stadium penyakit ginjal kronik yang ditentukan melalui
penghitungan nilai glumelular filtration rate (GFR).
a. Stadium 1, dengan GFR normal (>90 ml/min)
b. Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)
c. Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat (30 s/d 59 ml/min)
d. Stadium 4, dengan penurunan GFR parah (15 s/d 29 ml/min)
e. Stadium 5, penyakit gagal ginjal stadium akhir / terminal (>15
ml/min).
5. Penatalaksanaan
Smeltzer (2005) memaparkan bahwa tujuan
penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostatis selama mungkin.
Prosedur pengobatan yang digunakan untuk memperbaiki
keadaan tersebut adalah melalui hemodialisis atau transplantasi
ginjal, tetapi karena mahalnya biaya operasi transplantasi ginjal
dan susahnya pencarian donor ginjal, maka cara terbanyak yang
digunakan yaitu hemodialisis (Iskandarsyah, 2006).
membahas bahwa terapi hemodialisis dibutuhkan apabila
fungsi ginjal seseorang telah mencapai tingkatan terakhir (stadium
5) atau lebih lazim dengan penyakit ginjal terminal dan pada
14
keadaan ini hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah
kedalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua
kompartemen yang terpisah. Hemodialisis akan dipaparkan secara
jelas pada pembahasan selanjutnya (Kumala, 2011).
B. Tinjauan tentang Hemodialisa
1. Definisi
Hemodialisis adalah tindakan mengeluarkan air yang
berlebih zat sisa nitrogen yang terdiri atas ureum, kreatinin,
serta asam urat dan elektrolit seperti kalium, fosfor, dan lainlain
yang berlebihan pada klien penyakit ginjal kronik,
khususnya pada penyakit ginjal terminal (Hartono, 2008).
Corwin (2006) menjelaskan hemodialisis adalah dialisis
yang dilakukan diluar tubuh. Pada prosedur ini darah
dikeluarkan dari tubuh, melalui sebuah kateter dan masuk ke
dalam sebuah alat besar (mesin) yamng memiliki
membranesemipermeabel.
Hemodialisis adalah tindakan untuk mengambil zat-zat
nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air
yang berlebih (Smeltzer, 2005).
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa hemodialisis merupakan tindakan mengeluarkan zat sisa
metabolisme dan cairan berlebih melalui membran semi
permiabel dengan prinsip dialysis (Smeltzer, 2005)
15
2. Indikasi Dan Kontraindikasi
Indikasi hemodialisis yaitu penyakit ginjal yang tidak lagi
dapat dikontrol melalui penatalaksanaan konservatif,
pemburukan sindrom uremia yang berhubungan dengan EDRS
(mis, mual, muntah, perubahan neurologis, kondidi neuropatik,
perikarditis), gangguan cairan atau elektrolit berat yang tidak
dapat dikontrol oleh tindakan yang lebih sederhatan (Patricia,
2006).
3. Prinsip Kerja
Smeltzer (2005) menjelaskan ada 3 prinsip yang
mendasari kerja hemodialisis,yaitu:
a. Difusi, toksik dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi
dengan cara bergerak dari darah (konsentrasi tinggi) ke
cairan dialisat (konsentrasi rendah).
b. Osmosis, air yang berlebih dikeluarkan melalui proses
osmosis, pengeluaran air dikendalikan dengan menciptakan
gradien tekanan air bergerak dari daerah dengan tekanan
yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih
rendah (cairan dialisat).
c. Ultrafiltrasi, gradien dapat ditingkatkan melalui penambahan
tekanan negatif yang dikenal sebagai untrafiltrasi pada
mesin dialisis. Tekanan negatif diterapkan pada alat ini
16
sebagai kekuatan pengisap pada membran dan
memfasilitasi pengeluaran air.
Patricia (2006) menjelaskan proses hemodialisis
dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi
dengan membran penyaring semipermeabel (ginjal buatan)
yang memindahkan produk limbah yang terakumulasi dari darah
ke dalam mesin dialisis. Pada mesin tersebut, cairan dialisat
dipompa melalui salah satu sisi membran filter, sementara
darah klien keluar dari sisi yang lain.
4. Komplikasi
Smeltzer (2005) Beberapa komplikasi yang dapat terjadi
pada hemodialisis yaitu :
a. Hipotensi, dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan
dikeluarkan.
b. Emboli udara, merupakan komplikasi yang jarang tetapi
dapat terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.
c. Nyeri dada, dapat terjadi karena pCO2 menurun
Bersamaan dengan terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh
d. Pruritus, dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk
akhir metabolisme meninggalkan kulit
e. Gangguan keseimbangan dialisis, terjadi karena
perpindahan cairan serebral dan muncul sebagai
serangan kejang.
17
f. Kram otot yang nyeri, terjadi ketika cairan dan elektrolit
dengan cepat meninggalkan ruang ekstrasel.
5. Perubahan yang terjadi pada pasien hemodialisis
Orang dengan penyakit kronis menghadapi perubahan
permanen dalam gaya hidupnya, ancaman, martabat dan harga
diri, gangguan transisi hidup normal dan penurunan sumbersumber.
Hal ini diperkuat dengan hasil survey, pasien dengan
penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis lebih
dari 4 tahun maka ia telah mulai dapat menyesuaikan diri
dengan penyakitnya (Iskandarsyah, 2006).
YDGI (2008) menjelaskan perubahan yang terjadi pada
pasien hemodialisis antara lain :
a. Problem kulit, seperti gatal-gatal (pruritus), kulit kering
(xerosis), kulit belang (skin discoloration).
b. Rasa mual dan lelah.
c. Masalah tidur, gangguan tidur dialami sekitar 50-80% pasien
yang menjalani terapi hemodialisis.
Lubis (2006) terjadinya perubahan dan gangguan pada
fungsi tubuh pasien hemodialisis, menyebabkan pasien harus
melakukan penyesuaian diri secara terus menerus selama sisa
hidupnya. Penyesuaian ini mencakup keterbatasan dalam
memanfaatkan kemampuan fisik dan motorik, penyesuaian
terhadap perubahaan fisik dan pola hidup, ketergantungan
18
secara fisik dan ekonomi pada orang lain serta ketergantungan
pada mesin dialisa selama sisa hidup.
Banyak ulama mengatakan bahwa berbekam pada
bulan ramadhan itu membatalkan puasa.Berbekam
(mengeluarkan darah kotor dari kepala dan anggota tubuh
lainnya) adalah makruh karena bisa mengakibatkan tubuh
menjadi lemas dan menyeret orang berbekam untuk berbuka
puasa. Demikian pula halnya yang semakna dengan ini adalah
memberikan donor darah ataupun proses dyalisis.
Hukum ini merupakan bentuk kompromi dari hadits
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, yaitu hadits
mutawatir yang di dalamnya beliau menyatakan :
مُ وَاْلمَحْجُوْمُ أ فَْطَرَ اْلحَاجِ
Terjemahan : “Telah berbuka orang yang berbekam dan orang
yang membekamnya.” (H.R.Mutawir).
C. Tinjauan Tentang Anemia
1. Defenisi
Anemia adalah suatu kondisi dimana tubuh tidak
memproduksi sel darah merah dalam kadar yang cukup. Hal ini
dapat dinilai dari kadar hemoglobin atau sel darah merah pasein
yang berada dalam nilai dibawah normal melalui pemeriksaan
laboratorium dengan mengambil sampel darah. Hemoglobin
adalah suatu protein yang mengikat oksigen dan
19
mengangkutnya dari paru-paru keseluruh tubuh. Nilai normal
untuk Hb secara umum adalah dalam kisaran 11.5s/d 17
gram/dl. Bila kadar Hb berkurang karena menurunnya sel darah
merah maka akan timbul gejala-gejala anemia seperti :
a. Pucat, lemas, rasa mengantuk
b. Pusing berkunang-kunang
c. Berdebar-debar
d. Sesak nafas
e. Kesemutan
f. Tidak dapat mentoleransi dingin
g. Berkurang kemampuan beraktifitas
h. Gangguan fungsi seksual
i. Gejala pada jantung seperti ampek, sesak, hingga bisa
berakibat gagal Jantung
2. Etiologi
Pada penyebab anemia yang terjadi pada penyakit ginjal
kronis antara lain :
a. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
b. Pendarahan
c. Penekanan sum-sum utulang ( misalnya oleh
kanker )
d. Defisiensi nutrient ( nutrisional Anemia ) meliputi
defisiensi besi,folicacid,piridoksin,vitamin C dan
20
Copper (Hoffbrand,2006).
3. Derajat Anemia
Menurut Konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(2009) bahwa pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan
dengan menggunakan alat cyanmet. Hasil pemeriksaan Hb
dengan Cyanmet dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Hb 11gr% : tidak anemia
b. Hb 9-10gr% : anemia ringan
c. Hb 7-8gr% : anemia sedang
d. Hb <7gr% : anemia berat
4. Patofisiologi
Patogenesis pada penyakit ginjal kronik pada awalnya
tergantung pada penyakitnya yang mendasarinya, akan tetapi
dalam perkembangan selanjutnya proses terjadi kurang lebih
akan sama.karena penurunan fungsi glomelurus filtrasi di
akibatkan karena penyakit tertentu menyebabkan terganggunya
eksresi asam nukleat yang mengakibatkan penumpukan purin di
tibulus ginjal,lama kelamaan timbunn tersebut akan membentuk
kristal di ginjal (Hoffbrand, 2006).
Pada penyakit vesikuler yang terjadi peradangan akan
terjadi kerusakan yang menyebabkan penurunan filtrasi
glomelurus,ketika kerusakan ginjal berlanjut dan jumlah nefron
berkurang,sehingga ada dua adaptasi yang penting yang
21
dilakukan ginjal.sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam
usaha untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal
(Hoffbrand, 2006).
Pada penyakit ginjal kronik juga mengganggu sistem
reproduksi wanita sering mengalami ketidak teraturan
menstruasi terutama amenore dan infertilitas.pada pria akan
terjadi penurunan libido dikarenakan mengalami atrofi
testis,oligosperma (jumlah sperma menurun) dan motilitas
sperma berkurang.pada sistem endokrin juga akan mengalami
gangguan seperti gangguan insulin dan paratiroid
hormon.anemia terjadi karena gangguan produksi sel darah
merah,penurunan rentang,hidup sel darah merah,peningkatan
kecenderungan pendarahan (akibat kerusakan fungsi
trombosit).perubahan pertumbuhan berhubungan dengan
perubahan nutrisi dan berbagai proses biokimia.(Black & Hawks,
2005).
D. Tinjauan tentang Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Anemia
1. Umur
Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun,
dikatakan masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40
tahun, dewasa Madya adalah 41 sampai 60 tahun, dewasa lanjut
22
>60 tahun, umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung
sejak dilahirkan (Harlock, 2007).
Jika dilihat dari sisi biologis, usia 18-25 tahun biasanya organorgan
tubuh sudah berfungsi dengan baik dan belum ada penyakitpenyakit
degenerative seperti darah tinggi, diabetes, dan lainnya
serta daya tahan tubuh masih kuat.tetapi pada usia >25 adalah
usia yang rentan akan penyakit kronik seperti gagal ginjal
kronik.orang yang mengalami penyakit gagal ginjal kronik dan
menjalani terapi hemodialisis kemungkinan besar akan anemia
(Dini, dkk, 2009).
2. Status gizi
Status Gizi merupakan ekspresi satu aspek atau lebih dari
nutriture seorang individu dalam suatu variabel (Hadi, 2005). Status
gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk
variabel tertentu (Supariasa,2009). Sedangkan menurut Gibson
(2010) status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil
akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam
tubuh dan utilisasinya.
Status gizi dapat mempengaruhi kejadian anemia karena
adanya pembatasan asupan karena diet. Untuk mengetahui baik
buruknya gizi seseorang yang biasa di gunakan adalah berat
badan. Salah satu indikator yang biasa dipakai untuk mengukur
23
kategori berat badan seseorang adalah Indeks Massa Tubuh atau
yang singkat dengan IMT. Cara menghitung IMT adalah dengan :
berat badan (kilo gram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (meter)
(Gibson, 2010).
Untuk orang Asia dewasa, kategori IMT adalah sebagai
berikut :
Tabel 2.3
Kategori IMT untuk Orang ASIA
Klasifikasi IMT (kg/m2)
BB kurang
BB normal
BB lebih
- Preobesitas
- Obesitas I
- Obesitas II
< 18,5
18,5 – 22,9
23
23 – 24,5
25 – 29,9
> 30
Artinya, jika Anda mendapatkan IMT 18,5 – 22,9, berarti
Berat Badan Anda termasuk dalam kategori normal (Mietha, 2009).
3. Jenis Kelamin
Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau
pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara
biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Siklus biologis
membuat wanita lebih rentan terserang anemia dibandingkan pria.
Sayangnya banyak wanita yang cenderung mengabaikan penyakit
ini (Indarti, 2007).
Anemia di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang memengaruhi produktivitas penderitanya.
24
Tercatat angka kematian ibu di negeri ini mencapai 390/100 ribu
kelahiran hidup (Dinkes,2010).
Adapun data tahun 2007, 20 persen dari 515.000 kematian di
seluruh dunia disebabkan anemia.Untuk menangkalnya, para
wanita harus lebih banyak mengonsumsi makanan yang
mengandung zat besi.Kebutuhan dan cadangan zat besi untuk
perempuan itu 1 mg/hari. Sedangkan untuk perempuan hamil
mencapai 6-10 mg/hari, kebutuhan zat besi untuk ibu hamil
meningkat seiring bertambahnya jumlah cairan di dalam tubuh
(Indarti, 2007).
Hal lain yang membuat wanita lebih berisiko terkena anemia
adalah siklus haid atau menstruasi yang tidak normal. Siklus haid
atau menstruasi yang normal itu berkisar antara 22-35 hari dihitung
dari hari pertama haid hingga hari pertama haid pada bulan
berikutnya.Lama menstruasi yang normal itu antara 3-7 hari. Kalau
diperkirakan pembalut yang dihabiskan dalam jangka waktu itu
antara 3-5 pembalut per hari atau sekitar 80 ml darah selama haid.
kadar hemoglobin darah antara laki-laki dan perempuan tidak
sama. Laki-laki normal memiliki kadar 13 gr persen, sedangkan
perempuan normal dan lansia memiliki 12 gr persen. (Irawan, dkk,
2008).
25
4. Pekerjaan
Pekerjaan adalah serangkaian tugas atau kegiatan yang harus
dilaksanakan atau diselesaikan oleh seseorang sesuai dengan
jabatan atau profesi masing-masing. Status pekerjaan yang rendah
sering mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Dan juga
pekerjaan yang lebih baik adalah pekerjaan yang dapat
berkembang, bermanfaat dan memperoleh berbagai pengalaman.
(Notoatmodjo, 2007).
Banyak orang sering melakukan aktivitas yang berlebihan
tanpa memikirkan kesehatanya.melakukan aktivitas yang
berlebihan dapat menyebabkan lemah,letih dan lesu,dimana lemah
,letih dan lesu dapat menyebabkan anemia.melakukan aktivitas
boleh saja akan tetapi harus di seimbangkan dengan istrahat yang
cukup,olahraga yang teratur dan juga makanan yang bergizi
(Pujangkoro,2006).
5. Lama Hemodialisis
Rata-rata tiap orang memerlukan waktu 9 sampai 12 jam
dalam seminggu untuk mencuci seluruh darah yang ada, tetapi
karena ini waktu yang cukup panjang, maka biasanya akan dibagi
menjadi tiga kali pertemuan dalam seminggu selama 3-5 jam setiap
kali hemodialisa (Hartawan, 2010).
Hal ini tidak sama untuk tiap orang,lamanya waktu yang
dibutuhkan dan berapa kali dalam seminggu harus dilakukan
26
hemodialisis sangat tergantung pada derajat keruskan ginjal, diet
sehari-hari, penyakit lain yang mnyertai, ukuran tubuh, dan lain-lain
(Hartawan, 2010).
Lama HD mempengaruhi kejadian anemia karena Kehilangan
darah akibat waktu yang cukup lama dari terapi hemodialisa. Hal ini
dapat terjadi karena hampir tidak mungkin semua darah pasien
kembali seluruhnya setelah terapi hemodialisa. Pasti ada darah
pasien yang tinggal di dialyzer (ginjal buatan) atau bloodline,
meskipun jumlah nya tidak signifikan (Jansen,2007).
27
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
A. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teoritis yang telah dikemukakan pada tinjauan
pustaka, maka kerangka konsep penelitian ini sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Variabel Moderat
Keterangan :
Variabel Independen
Variabel Dependen
Variabel yang di teliti
Variabel yang tidak diteliti
Umur
Status Gizi
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Lama HD
Anemia pada
pasien gagal ginjal
kronik yang di
lakukan
hemodialisis
Sosial Ekonomi
28
B. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian di atas, maka hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini :
1. Ada hubungan antara umur dengan kejadian anemia pada pasien
penyakit ginjal kronik yang melakukan hemodialisis.
2. Ada hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia pada
pasien penyakit ginjal kronik yang melakukan hemodialisis.
3. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian anemia pada
pasien penyakit ginjal kronik yag melakukan hemodialisis.
4. Ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian anemia pada
pasien penyakit ginjal kronik yang melakukan hemodialisis.
5. Ada hubungan antara lama hemodialisis dengan kejadian anemia
pada pasien penyakit ginjal kronik yang melakukan hemodialisis.
C. Definisi Operasional
1. Umur
Umur yang dimaksud peneliti dalam penelitian ini adalah umur
pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis.
kriteria objektif:
Dewasa : apabila 18 - 40 tahun
Dewasa Madya : apabila 41 – 60 tahun
Lanjut Usia : apabila > 60 tahun
29
2. Status gizi
Status gizi yang dimaksud peneliti dalam penelitian ini adalah
status gizi pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialis. Salah satu indikator yang biasa dipakai untuk
mengukur kategori berat badan seseorang adalah Indeks Massa
Tubuh atau yang singkat dengan IMT (indek massa tubuh). Cara
menghitung IMT adalah dengan : berat badan (kilo gram) dibagi
dengan kuadrat tinggi badan (meter).
Kriteria Objektif :
Gizi Buruk : apabila IMT < 18,5 – 22,9 kg/m2
Gizi Baik : apabila IMT > 18,5 – 22,9 kg/m2
3. Jenis kelamin
Jenis kelamin yang dimaksud peneliti dalam penelitian ini
adalah jenis kelamin pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani
terapi hemodialis.
kritteria objektif :
Perempuan : apabila tercatat di KTP berjenis kelamin Perempuan
Laki-laki : apabila tercatat di KTP berjenis kelamin Laki-laki
4. Pekerjaan
Pekerjaan yang dimaksud peneliti dalam penelitian ini adalah
pekerjaan pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialis.
30
kriteria objektif :
Tidak Bekerja / Beraktivitas : apabila responden tidak melakukan
kegiatan secara aktif,contoh pesiunan PNS, Pensiunan TNI/POLRI,
dan lain-lain.
Bekerja/Beraktivitas : apabila responden melakukan
kegiatan tertentu secara aktif,seperti wiraswasta, PNS, TNI/POLRI,
Petani, dan lain-lain.
5. Lama HD
Lama HD yang dimaksud peneliti dalam penelitian ini adalah
lama HD pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialis.
kriteria objektif :
Belum lama :apabila responden melakukan hemodialisis < 6 bulan.
Lama :apabila responden melakukan hemodialisis > 6 bulan.
6. Anemia pada pasien penyakit ginjal kronik yang melakukan
hemodialisis.
Anemia pada pasien penyakit ginjal kronik yang melakukan
hemodialisis.
kriteria objektif :
Anemia : apabila kadar hemoglobin < 11 gr persen.
Tidak anemia : apabila kadar hemoglobin > 11 gr persen.
31
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif analitik
dengan pendekatan Accidental sampling. Menurut Sugiyono (2005)
Accidental sampling adalah mengambil responden sebagai sampel
berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan
bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila orang
yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data. Teknik ini
biasanya dilakukan karena keterbatasan waktu, tenaga, dan dana
sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh.
Keuntungan dari pada teknik ini adalah terletak pada ketepatan peneliti
memilih sumber data sesuai dengan variabel yang diteliti yaitu factorfaktor
yang berhubungan dengan kejadian anemia pada pasien
penyakit ginjal kronik yang melakukan hemodialisis di ruang
hemodialisis RS. Labuang Baji Makassar.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang hemodialisis RS. Labuang
Baji Makssar.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2012.
32
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek
atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti (Hidayat 2007).
Pada penelitian ini populasi penelitian adalah seluruh pasien
yang menjalani terapi hemodialisis diruang hemodialisis Rumah
Sakit Labuang Baji Makassar sebanyak 31 orang.
2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah bagian (subset) dari populasi
yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili
populasinya (Sastroasmoro, 2008).
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang
menjalani terapi hemodialisis diruang hemodialisis Rumah Sakit
Labuang Baji Makassar yang dengan menggunakan Concecutive
sampling yaitu semua pasien yang menjalani terapi hemodialisis
diruang hemodialisis Rumah Sakit labuang Baji Makassar yang
memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Kriteria inklusi dalam penelitian ini :
1) Pasien dengan penyakit ginjal kronik, yang menjalani
hemodialisis.
33
2) Pasien hemodialisis yang menjalani perawatan inap dan
rawat jalan, dengan frekuensi hemodialisis > 1 kali dalam
1 tahun terakhir.
3) Pasien hemodialisis berusia dewasa (18 - 40 tahun),
dewasa madya (41- 60 tahun), dan lansia (> 60 tahun).
4) Pasien hemodialisis dengan pembiayaan hemodialisis
secara mandiri ataupun bantuan pihak lain.
5) Pasien yang bersedia untuk berpartisipasi dalam
penelitian.
b. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini :
1) Pasien dengan ketidakmampuan berkomunikasi.
2) Pasien dengan penurunan kesadaran.
3) Pasien yang tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian.
D. Rencana Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan data
a. Editing
Setelah semua data diedit ulang, kemudian dilakukan
pemeriksaan kelengkapan data, kesinambungan data
keseragaman data.
b. Koding
Untuk memudahkan pengolahan data, maka semua
jawaban diberi simbol-simbol tertentu untuk setiap jawaban
dengan pengkodean.
34
c. Tabulating
Menyusun data-data kedalam tabel yang sesuai dengan
analisis dan selanjutnya data tersebut dianalisis.
d. Setelah data ditabulasi maka pengolahan dilakukan dengan
menggunakan program komputer yang disajikan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi.
2. Analisa Data
Setelah dilakukan tiga tahapan di atas maka selanjutnya
data diolah dengan menggunakan bantuan program computer
SPSS.
a. Analisa Univariat
Untuk menampilkan istribusi frekuensi dan presentase
dari tiap-tiap variable (independen dan dependen) dalam
bentuk table atau gambar.
b. Analisa Bivariat
Untuk melihat hubungan antara variable independen
dan variable dependen dengan menggunakan uji statistic chisquare
dengan batas kemaknaan p < 0,05, yang berarti ada
hubungan antara dua variable yang diukur.
E. Instrumen Penelitian
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah Observasi
langsung. Observasi adalah metode pengumpulan data melalui
pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat dan langsung di
35
lapangan atau lokasi penelitian. Dalam hal ini, peneliti dengan
berpedoman kepada desain penelitiannya perlu mengunjungi lokasi
penelitian untuk mengamati langsung berbagai hal atau kondisi yang
ada di lapangan. Penemuan ilmu pengetahuan selalu dimulai dengan
observasi dan kembali kepada observasi untuk membuktikan
kebenaran ilmu pengetahuan tersebut. (Nursalam, 2006).
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi langsung.
Pengumpulan data tentang umur, status gizi, pekerjaan, jenis kelamin,
dan lama HD didapatkan dari observasi langsung.
F. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya
rekomendasi dari pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan
permohonan izin kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini
Rumah Sakit Labuang Baji Makassar.
Setelah mendapat persetujuan barulah dilakukan penelitian
dengan menekankan masalah etika penelitian yang meliputi :
1. Informed consent
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan
diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian
dan manfaat penelitian. Bila subjek menolak maka peneliti tidak
akan memaksakan kehendak dan tetap menghormati hak-hak
subjek.
2. Anonimity (tanpa nama)
36
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan
nama responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil
penelitian.
37
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Rumah Sakit Labuang Baji Makassar
1. Visi Rumah Sakit Labuang Baji Makassar
Rumah Sakit Unggulan Sulawesi Selatan
2. Misi Rumah Sakit Labuang Baji Makassar
a. Mewujudkan Profesionalisme SDM
b. Meningkatkan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit
c. Memberikan Pelayanan Prima
d. Efisiensi Biaya Rumah Sakit
e. Meningkatkan Kesejahteraan Karyawan
3. Motto Rumah Sakit Labuang Baji Makassar
Siap Dengan Pelayanan Komunikatif, Bermutu, Aman, Jujur
Dan Ikhlas.
4. Falsafah Rumah Sakit Labuang Baji Makassar
Bahwa Kesehatan Jasmani Maupun Rohani Merupakan Hak
Setiap Orang, Oleh Karena Itu Rumah Sakit Berusaha Untuk
Memberikan Pelayanan Kesehatan Yang Terbaik Kepada
Masyarakat, Bik Bersifat Penyembuhan, Pemulihan, Pencegahan
Maupun Peningkatan Serta Ditunjang Oleh Kwalitas Sumber Daya
Manusia.
38
5. Tujuan Rumah Sakit Labuang Baji Makassar
a. Meningkatnya Kemampuan Profesionalisme
b. Terwujudnya Sarana Pelayanan Yang Aman Dan Nyaman
6. Fasilitas Pelayanan Medik Rumah Sakit Labuang Baji Makassar
a. Instalasi Rawat Jalan
1) Poliklinik Mata
2) Poliklinik Bedah
3) Poliklinik Paru dan TB
4) Poliklinik Kebidanan, Kandungan dan KB
5) Poliklinik KIA dan Laktasi
6) Poliklinik Penyakit Dalam
7) Poliklinik Saraf
8) Poliklinik Kardiologi
9) Poliklinik Mulut dan Gigi
10) Poliklinik Fisioterapi
11) Poliklinik Paru
12) Poliklinik Endokrin
13) Poliklinik THT
14) Poliklinik Kulit dan Kelamin
15) Poliklinik Konsultasi Gizi
16) Poliklinik Jiwa
17) Poliklinik Anak
18) Unit Hemodialisa
39
19) Apotek Rawat Jalan
20) General Chek Up
21) Poliklinik Jantung
22) Poliklinik Bedah Orthopedi
23) Poliklinik Bedah Urologi
b. Instalasi Rawat Inap
1) 14 ruang perawatan umum
2) 6 (enam) ruang perawatan khusus (ruang bedah sentral, bedah
kebidanan/kandungan, perawatan khusus/RPK, rawat intensif,
hemodialisa, kamar bersalin), dan perawatan CVCU.
B. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Labuang Baji makassar
dari tanggal 14 November - 14 Desember 2012. Banyaknya sampel yang
direncanakan adalah 31 orang responden namun yang memenuhi kriteria
inklusi hanya 21 responden dimana yang 3 orang tidak melanjutkan lagi
terapi hemodialisis dan 7 telah meninggal dunia.
Data primer diambil melalui pemberian Lembar observasi kepada
responden. Dari hasil pengolahan data yang dilakukan, maka berikut ini akan
disajikan karakteristik demografi responden, analisa univariat dan analisa
bivariat variabel yang diteliti.
40
1. Karakteristik Demografi Responden
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Demografi
di Ruang Hemodialisis RS Labuang Baji Makassar 2012
Karakteristik n %
Umur:
Dewasa
Lansia
17
4
81,0
19,0
Status Gizi :
Gizi Buruk
Gizi Baik
20
1
95,2
4,8
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Perempuan
15
6
71,4
28,6
Pekerjaan:
Bekerja
Tidak Bekerja
18
3
85,7
14,3
Lama HD :
Belum Lama
Lama
20
1
95,2
4,8
Anemia :
Ya
Tidak
14
7
66,7
33,3
Jumlah 21 100
Sumber : Data Primer, 2012
2. Analisa Univariat
Dalam analisis ini akan diuraikan distribusi frekwensi semua
variabel yang diteliti meliputi Umur, Jenis kelamin, Pekerjaan, Status gizi,
HD ke berapa, Lama HD, Dan Anemia .
41
a. Umur
Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Umur yang
Mengalami Anemia Pada Pasien Penyakit Ginjal
Kronik yang Melakukan Hemodialisis
Di Rumah Sakit Labuang Baji
Makassar
2012
Umur n %
Dewasa
Lansia
17
4
81,0
19,0
Total 21 100,0
Sumber : Data Primer 2012
Dari tabel 5.2 tentang distribusi responden berdasarkan
umur yang mengalami anemia pada pasien penyakit ginjal kronik
yang melakukan hemodialisis di rumah sakit labuang baji
Makassar 2012 menunjukan dari 21 responden yang berumur
dewasa (18-60 tahun) sebanyak 17 orang (81,0%), sedangkan
lansia (> 60 tahun) sebanyak 4 orang (19,0%).
b. Status Gizi
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi yang
Mengalami Anemia Pada Pasien Penyakit
Ginjal Kronik yang Melakukan Hemodialisis
Di Rumah Sakit Labuang Baji
Makassar
2012
Status Gizi n %
Gizi Baik
Gizi Buruk
20
1
95,2
4,8
Total 21 100,0
42
Sumber : Data Primer 2012
Dari tabel 5.3 tentang distribusi responden berdasarkan
Status gizi yang mengalami anemia pada pasien penyakit ginjal
kronik yang melakukan hemodialisis di rumah sakit labuang baji
Makassar 2012 menunjukan dari 21 responden yang berstatus
gizi baik sebanyak 20 orang (95,2%), dan gizi buruk sebanyak 1
orang (4,8%).
c. Jenis Kelamin
Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
yang Mengalami Anemia Pada Pasien Penyakit Ginjal
Kronik yang Melakukan Hemodialisis
Di Rumah Sakit Labuang Baji
Makassar
2012
Jenis Kelamin N %
Laki-laki 15 71,4
Perempuan 6 28,6
Total 21 100,0
Sumber : Data Primer 2012
Dari tabel 5.4 tentang distribusi responden berdasarkan
Jenis Kelamin yang mengalami anemia pada pasien penyakit
ginjal kronik yang melakukan hemodialisis di rumah sakit
labuang baji Makassar 2012 menunjukan dari 21 responden
yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 15 orang (71,4%), dan
perempuan sebanyak 6 orang (28,6%).
43
d. Pekerjaan
Tabel 5.5
Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan yang
Mengalami Anemia Pada Pasien Penyakit Ginjal
Kronik yang Melakukan Hemodialisis
Di Rumah Sakit Labuang Baji
Makassar
2012
Pekerjaan n %
Bekerja 18 85,7
Tidak Bekerja 3 14,3
Total 21 100,0
Sumber : Data Primer 2012
Dari tabel 5.5 tentang distribusi responden berdasarkan
Jenis Kelamin yang mengalami anemia pada pasien penyakit
ginjal kronik yang melakukan hemodialisis di rumah sakit
labuang baji Makassar 2012 menunjukan dari 21 responden
yang bekerja sebanyak 18 orang (85,7%), dan tidak bekerja
sebanyak 3 orang (14,3%).
44
e. Lama HD
Tabel 5.6
Distribusi Responden Berdasarkan Lama HD yang
Mengalami Anemia Pada Pasien Penyakit Ginjal
Kronik yang Melakukan Hemodialisis
Di Rumah Sakit Labuang Baji
Makassar
2012
Lama HD n %
Lama
Belum Lama
1
20
4,8
95,2
Total 21 100,0
Sumber : Data Primer 2012
Dari tabel 5.6 tentang distribusi responden berdasarkan
Lama HD yang mengalami anemia pada pasien penyakit ginjal
kronik yang melakukan hemodialisis di rumah sakit labuang baji
Makassar 2012 menunjukan dari 21 responden yang belum lama
melakukan Hemodialisis sebanyak 20 orang (95,2%), dan yang
sudah lama sebanyak 1 orang (4,8%).
f. Anemia
Tabel 5.7
Distribusi Responden Berdasarkan Anemia yang
Mengalami Anemia Pada Pasien Penyakit Ginjal
Kronik yang Melakukan Hemodialisis
Di Rumah Sakit Labuang Baji
Makassar
2012
Anemia n %
Ya
Tidak
14
7
66,7
33,3
Total 21 100
45
Sumber : Data primer 2012
Dari tabel 5.7 tentang distribusi responden berdasarkan
pasien yang mengalami anemia pada pasien penyakit ginjal
kronik yang melakukan hemodialisis di rumah sakit labuang baji
Makassar 2012 menunjukan dari 21 responden yang tidak
mengalami anemia sebanyak 14 orang (66,7%), dan yang
mengalami sebanyak 7 orang (33,3%).
3. Analisa Bivariat
a. Hubungan Umur Dengan Anemia
Tabel 5.8
Hubungan Umur dengan Anemia Pada Pasien Penyakit
Ginjal Kronik yang Melakukan Hemodialisis
Di Rumah Sakit Labuang Baji
Makassar
2012
Umur
Anemia Jumlah
Ya Tidak Nilai p
n % n % N %
Dewasa
Lansia
11
3
64,7
75,0
6
1
35,3
25,0
17
4
100
100
0,593
Total 13 61,9 8 38,1 21 100
Sumber : Data Primer 2012
Berdasarkan Tabel 5.8 terlihat responden mengalami anemia
pada dewasa sebanyak 11 orang (64,7%), dan yang tidak mengalami
anemia pada dewasa sebanyak 6 orang (35,3%). Sedangkan pada
lansia yang mengalami anemia sebanyak 3 orang (75,0%), dan yang
tidak mengalami anemia sebanyak 1 orang (25,0%).
Dari hasil Uji Statistik chi square Fisher’s Extract Test diperoleh
nilai p=0,593 lebih besar dari α=0,05, dengan demikian dapat
46
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur
dengan anemia.
b. Hubungan Antara Status Gizi dengan Anemia
Tabel 5.9
Hubungan Status Gizi dengan Anemia pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronik yang Melakukan Hemodialisis
Di Rumah Sakit Labuang Baji
Makassar
2012
Status Gizi
Anemia Jumlah
Ya Tidak Nilai p
n % n % N %
Gizi Baik
Gizi Buruk
13
1
65,0
100
7
0
35,0
0,0
20
1
100
100
0,667
Total 14 66,7 7 33,3 21 100
Sumber : Data Primer 2012
Berdasarkan Tabel 5.9 terlihat responden yang mengalami anemia
pada gizi baik sebanyak 13 orang (65,0%) dan yang tidak mengalami
anemia sebanyak 7 orang (35,0%), pada semua pasien gizi buruk
mengalami anemia sebanyak 1 orang ( 100%).
Dari hasil Uji Statistik chi square Fisher’s Extract Test diperoleh
nilai p=0,667 lebih besar dari α=0,05, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status
gizi dengan anemia.
47
c. Hubungan Jenis Kelamin dengan Anemia
Tabel 5.10
Hubungan Jenis Kelamin dengan Anemia Pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronik yang Melakukan Hemodialisis
Di Rumah Sakit Labuang Baji
Makassar
2012
Jenis Kelamin
Anemia Jumlah
Ya Tidak Nilai p
n % n % n %
Laki-laki
Perempuan
10
4
66,7
66,7
5
2
33,3
33,3
15
6
100
100
0,701
Total 14 66,7 7 33,3 21 100
Sumber : Data Primer 2012
Berdasarkan Tabel 5.10 terlihat responden yang mengalami
anemia pada jenis kelamin Laki-laki sebanyak 10 orang (66,7%) dan
yang tidak mengalami anemia sebanyak 5 orang (33,3%). Sedangkan
pada perempuan yang mengalami anemia sebanyak 4 orang (66,7%)
dan yang tidak mengalami anemia sebanyak 2 orang (33,3%).
Dari hasil Uji Statistik chi square Fisher’s Extract Test diperoleh
nilai p=0,701 lebih besar dari α=0,05, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis
kelamin dengan anemia.
48
d. Hubungan antara pekerjaan dengan anemia
Tabel 5.11
Hubungan Pekerjaan dengan Anemia Pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronik yang Melakukan Hemodialisis
Di Rumah Sakit Labuang Baji
Makassar
2012
Pekerjaan
Anemia Jumlah
Ya Tidak Nilai p
n % n % n %
Bekerja
Tidak Bekerja
11
3
61,1
100
7
0
38,9
0,0
18
3
100
100
0,274
Total 14 66,7 7 33,3 21 100
Sumber : Data Primer 2012
Berdasarkan Tabel 5.11 terlihat responden yang mengalami
anemia pada pasien yang bekerja sebanyak 11 orang (61,1%) dan yang
tidak mengalami anemia sebanyak 7 orang (38,9%), pada semua
pasien tidak bekerja yang mengalami anemia sebanyak 3 orang
(100%).
Dari hasil Uji Statistik chi square Fisher’s Extract Test diperoleh
nilai p=0,274 lebih besar dari α=0,05, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
pekerjaan dengan anemia.
49
e. Hubungan antara lama HD dengan Anemia.
Tabel 5.12
Hubungan Lama HD dengan Anemia Pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronik yang Melakukan Hemodialisis
Di Rumah Sakit Labuang Baji
Makassar
2012
Lama HD
Anemia Jumlah
Ya Tidak Nilai p
n % n % n %
Belum lama
Lama
13
1
65,0
100
7
0
35,0
0,0
20
1
100
100
0,667
Total 14 66,7 7 33,3 21 100
Sumber : Data Primer 2012
Berdasarkan Tabel 5.12 terlihat responden yang mengalami
anemia pada pasien yang belum lama melakukan HD sebanyak 13
orang (65,0%) dan yang tidak mengalami anemia sebanyak 7 orang
(35,0%), pada semua pasien yang sudah lama melakukan HD
mengalami anemia sebanyak 1 orang (100%).
Dari hasil Uji Statistik chi square Fisher’s Extract Test diperoleh
nilai p=0,667 lebih besar dari α=0,05, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara Lama
HD dengan anemia.
C. Pembahasan
1. Hubungan antara Umur dengan Anemia
Berdasarkan hasil univariat tentang distribusi responden
berdasarkan umur yang mengalami anemia pada pasien penyakit
ginjal kronik yang melakukan hemodialisis di rumah sakit labuang
baji Makassar 2012 menunjukan dari 21 responden yang berumur
50
dewasa (18-60 tahun) sebanyak 17 orang (81,0%), sedangkan
lansia (> 60 tahun) sebanyak 4 orang (19,0%).
Dari hasil Uji Statistik chi square Fisher’s Extract Test diperoleh
nilai p=0,593 lebih besar dari α=0,05, dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan anemia.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Suryanto (2005)
yang menemukan bahwa ada hubungan antara umur dengan kejadian
anemia pada pasien penyakit ginjal kronik yang melakukan hemodialisis.
Di umur lansia resiko terjadinya anemia sangat besar. Semakin
bertambah usia seseorang semakin berisiko mengalami malanutrisi. Bila
malanutrisi ini tidak ditangani dengan baik bisa berlanjut ke keadaan
kekurangan energi, protein, zat besi dan nutrisi lain. Kekurangan zat besi
dapat berisiko anemia, mudah lelah dan menurunnya level imun
(oktaviani, 2013).
Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian Prasetyo (2008)
yang menemukan bahwa umur berpengaruh terhadap kejadian anemia
yaitu pada usia >35 tahun merupakan gerbang memasuki periode usia
risiko tinggi dari segi reproduksi maupun fungsi organ-organ lainnya
menjalankan fungsinya seperti penurunan kemampuan penyerapan zat
besi sehingga terjadi anemia (Henderson, 2006).
Jika dilihat dari sisi biologis, usia 18-25 tahun biasanya organorgan
tubuh sudah berfungsi dengan baik dan belum ada penyakitpenyakit
degenerative seperti darah tinggi, diabetes, dan lainnya serta
51
daya tahan tubuh masih kuat.tetapi pada usia >25 adalah usia yang
rentan akan penyakit kronik seperti gagal ginjal kronik (Dini, 2009).
Tidak ditemukannya hubungan antara umur dengan kejadian
anemia pada penelitian ini disebabkan karena pada penelitian ini lebih
dari setengah responden berumur dewasa (81,0%) dan selebihnya yaitu
responden lansia (19,0%). Sedangkan anemia yang berkaitan dengan
umur cenderung dialami pada pasien dengan umur lansia yaitu > 60
tahun. Dimana hal ini menunjukan bahwa data yang dimiliki cenderung
homogeny. Dan dalam penelitian ini responden yang berumur lansia
hanya sedikit. Meskipun umur sangat berhubungan dengan kejadian
anemia namun tidak selamanya mempengaruhi kejadian anemia pada
umur tertentu terutama pada umur dewasa karena pada umur tersebut
organ – organ tubuh masih berfungsi dengan baik dan masih bisa
menyeimbangkan antara aktivitas dan istirahat (Dini, 2009).
2. Hubungan antara Status Gizi dengan anemia
Berdasarkan hasil univariat tentang distribusi responden
berdasarkan Status gizi yang mengalami anemia pada pasien
penyakit ginjal kronik yang melakukan hemodialisis di rumah sakit
labuang baji Makassar 2012 menunjukan dari 21 responden yang
berstatus gizi baik sebanyak 20 orang (95,2%), dan gizi buruk
sebanyak 1 orang (4,8%).
Dari hasil Uji Statistik chi square Fisher’s Extract Test diperoleh
nilai p=0,667 lebih besar dari α=0,05, dengan demikian dapat disimpulkan
52
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan
anemia.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Levin
(2008) yang menemukan bahwa terjadi kelainan gizi berupa
malnutrisi protein dan protein pada gagal ginjal kronik yang
didialisis. Kehilangan protein dalam tindakan dialisis, bila tidak
ditanggulangi dengan baik,akan menyebabkan gangguan status
gizi termasuk anemia.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Halima (2012) yang menemukan tidak ada hubungan antara status
gizi dan anemia karena lebih dari setengah responden memiliki
status gizi yang baik. Apabila status gizi baik, maka tingkatan
anemia pada pasien dapat dicegah.
Status gizi dapat mempengaruhi kejadian anemia karena adanya
pembatasan asupan karena diet. Untuk mengetahui baik buruknya gizi
seseorang yang biasa di gunakan adalah berat badan (Gibson, 2010).
Tidak ditemukannya hubungan antara status gizi
berdasarkan IMT dengan kejadian anemia pada penelitian ini
disebabkan karena pada penelitian ini lebih dari setengah
responden status gizinya normal (95,2%) dan selebihnya yaitu
responden dengan status gizi buruk (4,8%). Sedangkan anemia
yang berkaitan dengan status gizi cenderung dialami pada pasien
dengan malnutrusi. Dan dalam penelitian ini insiden malnutrisi
53
hanya sedikit. Meskipun secara tradisional indikator malnutrisi, yaitu
terajdi turunnya masa otot atau serum protein yang dapat
menyebabkan terjadinya anemia, namun apabila status gizi baik,
maka tingkatan anemia pada pasien dapat dicegah.
3. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan anemia
Berdasarkan hasil univariat tentang distribusi responden
berdasarkan Jenis Kelamin yang mengalami anemia pada pasien
penyakit ginjal kronik yang melakukan hemodialisis di rumah sakit
labuang baji Makassar 2012 menunjukan dari 21 responden yang
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 15 orang (71,4%), dan
perempuan sebanyak 6 orang (28,6%).
Dari hasil Uji Statistik chi square Fisher’s Extract Test diperoleh
nilai p=0,701 lebih besar dari α=0,05, dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan
anemia.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan yang dikemukakan
Yuliansari (2007) bahwa jenis kelamin berpengaruh terhadap
kejadian anemia setelah melakukan hemodialisis di mana
perempuan lebih beresiko mengalami anemia. Hal yang membuat
wanita lebih berisiko terkena anemia adalah siklus haid atau
menstruasi yang tidak normal. Siklus haid atau menstruasi yang
normal itu berkisar antara 22-35 hari dihitung dari hari pertama haid
54
hingga hari pertama haid pada bulan berikutnya.Lama menstruasi
yang normal itu antara 3-7 hari (Irawan, 2008).
Tidak ditemukannya hubungan antara jenis kelamin dengan
kejadian anemia pada penelitian ini disebabkan karena pada
penelitian ini lebih dari setengah responden berjenis kelamin laki –
laki (71,4%) dan selebihnya yaitu responden berjenis kelamin
perempuan (28,6%). Sedangkan anemia yang berkaitan dengan
jenis kelamin cenderung dialami pada pasien berjenis kelamin
perempuan. Dan dalam penelitian ini responden yang berjenis
kelamin perempuan hanya sedikit. Meskipun jenis kelamin sangat
berhubungan dengan kejadian anemia namun tidak selamanya
mempengaruhi kejadian anemia pada jenis kelamin tertentu
terutama pada jenis kelamin laki-laki karena kadar hemoglobin
antara laki - laki dan perempuan berbeda. Selain itu perempuan
memiliki siklus haid setiap bulan, sehingga membutuhkan zat besi
dua kali lebih banyak daripada laki – laki (Rajab, 2009).
4. Hubungan antara Pekerjaan dengan anemia
Berdasarkan hasil univariat tentang distribusi responden
berdasarkan Jenis Kelamin yang mengalami anemia pada pasien
penyakit ginjal kronik yang melakukan hemodialisis di rumah sakit
labuang baji Makassar 2012 menunjukan dari 21 responden yang bekerja
sebanyak 18 orang (85,7%), dan tidak bekerja sebanyak 3 orang
(14,3%).
55
Dari hasil Uji Statistik chi square Fisher’s Extract Test diperoleh
nilai p=0,274 lebih besar dari α=0,05, dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan
anemia.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Suryanto (2005)
yang menemukan bahwa pekerjaan berpengaruh terhadap kejadian
anemia pada pasien yang melakukan hemodialisis. Banyak orang sering
melakukan aktivitas yang berlebihan tanpa memikirkan
kesehatanya.melakukan aktivitas yang berlebihan dapat menyebabkan
lemah,letih dan lesu,dimana lemah ,letih dan lesu dapat menyebabkan
anemia.melakukan aktivitas boleh saja akan tetapi harus di seimbangkan
dengan istrahat yang cukup,olahraga yang teratur dan juga makanan
yang bergizi (Pujangkoro,2006).
Tidak ditemukannya hubungan antara pekerjaan dengan kejadian
anemia pada penelitian ini disebabkan karena pada penelitian ini lebih
dari setengah responden yang bekerja (85,7%) dan selebihnya yaitu
responden yang tidak bekerja (14,3%). Sedangkan anemia yang
berkaitan dengan pekerjaan cenderung dialami pada pasien yang
melakukan pekerjaan berat. Jenis pekerjaan seseorang berpengaruh
terhadap resiko terjadinya anemia. Dan dalam penelitian ini pekerjaan
yang diteliti bukanlah jenis pekerjaanya tetapi apakah dia bekerja atau
tidak.
56
5. Hubungan antara lama HD dengan anemia
Berdasarkan hasil univariat tentang distribusi responden
berdasarkan Lama HD yang mengalami anemia pada pasien
penyakit ginjal kronik yang melakukan hemodialisis di rumah sakit
labuang baji Makassar 2012 menunjukan dari 21 responden yang
belum lama melakukan Hemodialisis sebanyak 20 orang (95,2%),
dan yang sudah lama sebanyak 1 orang (4,8%).
Dari hasil Uji Statistik chi square Fisher’s Extract Test diperoleh
nilai p=0,667 lebih besar dari α=0,05, dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara Lama HD dengan
anemia.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Suryanto (2005) yang menunjukkan bahwa lama HD
mempengaruhi kejadian anemia karena Kehilangan darah akibat
waktu yang cukup lama dari terapi hemodialisa. Hal ini dapat terjadi
karena hampir tidak mungkin semua darah pasien kembali
seluruhnya setelah terapi hemodialisa. Pasti ada darah pasien yang
tinggal di dialyzer (ginjal buatan) atau bloodline, meskipun jumlah
nya tidak signifikan (Jansen,2007).
Rata-rata tiap orang memerlukan waktu 9 sampai 12 jam dalam
seminggu untuk mencuci seluruh darah yang ada, tetapi karena ini waktu
yang cukup panjang, maka biasanya akan dibagi menjadi tiga kali
pertemuan dalam seminggu selama 3-5 jam setiap kali hemodialisa
(Hartawan, 2010).
57
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bandiara
(2005) yang menghitung jumlah zat besi yang hilang pada
penderita gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis reguler
adalah 1,5 gram hingga 2,0 gram setiap tahunnya. Jumlah ini jauh
lebih besar daripada zat besi yang dapat diserap melalui makanan
oleh saluran cerna yaitu 1-2 mg per hari atau dapat meningkat
sampai 4 mg pada keadaan defisiensi zat besi, sehingga pada
penderita gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis reguler,
pemberian suplementasi terapi zat besi hampir selalu harus
diberikan untuk mencegah defisiensi zat besi.
Tidak ditemukannya hubungan antara Lama HD dengan kejadian
anemia pada penelitian ini disebabkan karena pada penelitian ini lebih
dari setengah responden belum lama menjalani terapi hemodialisis
(95,2%) dan selebihnya yaitu responden yang sudah lama (4,8%).
Sedangkan anemia yang berkaitan dengan lama HD cenderung dialami
pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis dalam waktu yang lama.
Dan dalam penelitian ini responden yang sudah lama menjalani terapi
hemodialisis hanya sedikit. Meskipun lama HD sangat berhubungan
dengan kejadian anemia namun tidak selamanya mempengaruhi kejadian
anemia pada berapa lama orang tersebut melakukan HD, terutama pada
orang yang belum lama melakukan HD karena pada orang yang sudah
lama melakukan HD beresiko mengalami anemia karena Kehilangan
darah akibat waktu yang cukup lama dari terapi hemodialisa.
58
D. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah
Accidental sampling dimana peneliti mengambil responden sebagai sampel
berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu
dengan peneliti dapat digunakan sebagais ampel bila orang yang kebetulan
ditemui cocok sebagai sumber data. Teknik ini biasanya dilakukan karena
keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil
sampel yang besar dan jauh. Hal itu yang menyebabkan jumlah sampel yang
didapatkan tidak sesuai dengan jumlah populasi yaitu 21 responden dari
jumlah populasi sebesar 31 responden. Dan dalam penelitian ini tidak
ditemukan hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian anemia,
status gizi dengan anemia, jenis kelamin dengan anemia, pekerjaan dengan
anemia, dan lama HD dengan anemia dikarenakan jumlah sampel yang
didapatkan hanya sedikit.
59
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian anemia pada pasien penyakit ginjal kronik yang melakukan
hemodialisis di Rumah Sakit Labuang Baji Makassar dapat diambil
kesimpulan :
1. Tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian anemia pada pasien
penyakit ginjal kronik yang melakukan hemodialisis di Rumah Sakit
Labuang Baji Makassar.
2. Tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia pada
pasien penyakit ginjal kronik yang melakukan hemodialisis di Rumah
Sakit Labuang Baji Makassar.
3. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian anemia pada
pasien penyakit ginjal kronik yang melakukan hemodialisis di Rumah
Sakit Labuang Baji Makassar.
4. Tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian anemia pada
pasien penyakit ginjal kronik yang melakukan hemodialisis di Rumah
Sakit Labuang Baji Makassar.
5. Tidak ada hubungan antara Lama HD dengan kejadian anemia pada
pasien penyakit ginjal kronik yang melakukan hemodialisis di Rumah
Sakit Labuang Baji Makassar.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian tentang factor – factor yang
berhubungan dengan kejadian anemia pada pasien penyakit ginjal
60
kronik yang melakukan hemodialisis di Ruang Hemodialisis RS
Labuang Baji Makassar, maka perlu kiranya:
1. Perawat harus menciptakan hubungan kerja yang baik sehingga mereka
dipandang sebagai perawat yang dapat dipercaya
2. Hendaknya dalam melaksanakan pelayanan keperawatan kepeda pasien,
perawat mengutamakan komunikasi dengan baik.
3. Perawat hendaknya berhati-hati dan memperhatikan latar belakang
pendidikan, status sosial pasien dalam melakukan tindakan keperawatan,
sehingga pemahaman pasien tidak berbeda dengan apa yang
dimaksudkan oleh perawat.
61
DAFTAR PUSTAKA
Bandiara. R. 2005. Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi Pada Pasien
Yang Menjalani Hemodialisis, Universitas Padjajaran & Rumah
Sakit Hasan Sadikin: Bandung.
Black,J.M & Hawks,J.H.2005.Medical Surgical Nursing Clinic Management
For PositiveOutcomes.Volume 1.Australia :Elsevier.
Corwin,E.J.2006.Patofisiologi HVS edisi 3.jakarta : EGC.
Depkes RI. 2010. Produktivitas Anemia. Jakarta : Pusat pendidikan
Tenaga Kerja.
Dini,K.dkk. 2009. Anemia pada hemodialisis. Jakarta: Puspa Swara.
Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI, 2010. Panduan Penulisan Proposal
dan Skripsi, FKM UMI, Makassar.
Gibson, R.S. 2010. Principles of Nutritional Assessment. Oxford: Oxford
University Press.
Hadi,H. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi Dan Implikasinya Terhadap
KebijakanPembangunan Kesehatan Nasional. Seminar
Kesehatan Nasional . Yogyakarta: CSSG.
Halima. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkatan Anemia
Pada Pasien yang Mendapatkan Terapi Zat Besi yang Menjalani
Hemodialisis. UNHAS.
Henderson, C. 2006. Buku ajar konsep kebidanan, Jakarta: EGC.
Hartono. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. . Jakarta : Interna
Publishing.
Hartawan.2010.Dialysis.http://health.nytimes.com/health/guides/test/dialysi
s/overview.html. Diakses tanggal 22 Oktober 2012.
Hidayat,A.A. 2007. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa
Data. Jakarta : Salemba Medika.
Hoffbrand,A.V.2006.Kapita Selecta Hematologi.Jakarta : EGC
Harlock. 2007. Psikologi perkembangan edisi 5. Jakarta : Erlangga
Indarti .J. 2007.Kamus Kedokteran UI Edisi Lima. Jakarta : FKUI.
62
Irawan,C.dkk. 2008. Anemia Dan Wanita. Yogyakarta: Yayasan Esentia
Medika.
Iskandarsyah.2006.Psikologis pasien Gagagl Ginjal Kronik.Jakarta : Air
Langga.
Jansen. 2007. Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.
Kumala,H.C.2011.Hemodyalisis.http://www.medicinenet.com/hemodialysis/arti
cle.htm. Diakses tanggal 19 Oktober 2012.
Lewis.2005.Medical Surgical Nursing. New York : Mosby.
Levin, ect (2008) Guidelines for the management of chronic kidney
disease, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2582781/,
diakses 22 Juni 2012
Lieske,J,C.2011. Epidemiology of Nephrolithiasis and Chronic Kidney
Disease.USA. Mayo Clinic Division of Nephrology and
Hypertension.
Lubis. 2006. Hubungan Antara Parameter Cairan Tubuh Yang Diukur
Dengan Bio Impedance Analysis Dengan Derajat Hipertensi
Pada Pasien Hemodialisis Reguler. http://www.usu.ac.id/.Diakses
tanggal 15 Oktober 2012.
Mietha, 2009. Menghitung Indeks Massa Tubuh.
http://mietha.wordpress.com/2009/03/12/menghitung-indeks-massatubuh-
imt/. Diakses tanggal 22 Oktober 2012.
Notoatmojo, 2007. Pendidikan Dan prilaku kesehatan. Jakarta : PT Rineka
Cipta
Nursalam,S.P. 2006. Metodologi Riset keperawatan. Jakarta : CV Sugeng
seto.
Oktaviani.2013.http://wolipop.detik.com/read/2013/01/19/125530/2147178/1135
/6-suplemen-yang-dibutuhkan-oleh-setiap-wanita. Diakses tanggal 15
Februari 2013.
Patricia,A.P.2006. Medical Surgikal Nersing.Jakarta : EGC.
Perhimpunan Nefrologi Indonesia. 2009. Konsensus Manajemen Anemia
Pada pasien Gagal Ginjal Kronik, EGC: Jakarta.
63
Prasetyo, Yudha Fitrian. 2008. Hubungan Usia Terhadap Anemia Pada
Pasien Geriatri Dengan Penyakit Kronik. Undergraduate thesis,
Faculty of Medicine.
Price,S.A & Wilson,L,M. 2006.Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit edisi 6 volume 1. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran
EGC.
Pujangkoro,S.A. 2006. Analisis Jabatan. Jurnal Jurusan Teknik Industri
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Rajab, W. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa
Kebidanan.Jakarta : EGC
Rumah Sakit Labuang Baji.2012.Data Rumah Sakit Labuang
Baji.Makassar.
Santoso,D. 2008. Angka Kejadian Sakit Ginjal Di Dunia.
http://www.angkakejadian.int/publication/AB%20AGUSS.htm. Diakses
tanggal 22 Oktober 2012.
Sastroasmoro.2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi Ke
Tiga.Jakarta : CV. Sagung Seto.
Smeltzer,B.2005.Medical Surgical Nursing. vol : 2.Jakarta : EGC.
Sugiyono, 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.
Supariasa,D.N. 2009. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Suryanto,U. 2005. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Anemia Pada
Pasien Yang Telah Dilakukan Hemodialysis.Yogyakarta : FK
Universitas Muhammadiyah.
Vida,M. 2008. Epidemologi Gagal Ginjal. (http://vida-ners. Blogspot.com).
Diakses tanggal 22 Oktober 2012.
YDGI. 2005. Penderita Penyakit Gagal Ginjal. http://www.ygdi.org/. Diakses
tanggal 20 Oktober 2012.
YDGI, 2008. Klasifikasi Stadium Penyakit Gagal Ginjal. http://www.ygdi.org/.
Diakses tanggaL 20 Oktober 2012.
Yuliansari, 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Anemia
Pada Remaja Dan Dewasa. FKUI.
64
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Tahun 2008 penulis lulus dari SMK Negeri 1 Luwuk dan pada tahun yang
sama pula penulis lulus seleksi masuk di Universitas Muslim Indonesia.
Penulis memilih Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kesehatan
Masyarakat.
Penulis dilahirkan di Luwuk Sulawesi
Tengah Kabupaten Banggai pada
tanggal 09 April 1991. Anak dari
pasangan berbahagia Ayah Abd.
Basyar dan Ibu Suriaty Totondeng,
S.Pd. Penulis merupakan putra
pertama dari dua bersaudara. Tahun
1996 penulis lulus dari TK.
Bhayangkari, Tahun 2002 penulis
lulus dari SD. Inpres 9 Luwuk, Tahun
2005 penulis lulus dari SMP Negri 2
luwuk.
65

Tidak ada komentar: